MARI KITA SHALAT

Selasa, 09 November 2010

menggaris isyarat untukmu...(bisakah marahmu kau genggam)

Malam itu tanpa hati-hati sempat kau tarik erat  simpul amarahmu ,manusia  memang tak pernah menyadari ketidaklengkapan diri ketika memilih diatur oleh emosi,sebenarnya tanpa  harus membuka suara..hati yang baik dapat sedikit mengerti sejauh mana luka yang hadir karenanya,bahkan kadang ia mampu membentuk tangis yang sempurna ,tangis penyesalan dan airmata penuh maaf. Dan entah kenapa kamu lebih memilih marah secara sukarela,menyala-nyala tanpa rasa lelah dan iba…

Aku sedikit percaya reaksi setiap manusia yang ditimpakan kesalahan adalah jika ia diam ia ragu,jika menunduk ia malu,jika  berontak ia takut,jika tersenyum ia mengerti,jika menangis ia menyesal,jika marah dia bodoh dan “kamu hanya perlu tahu tanpa harus menerima ini”.

Ku harap kamu tak salah mengerti,aku slalu mencintaimu disini,aku mencintai setiap hela nafas yang hadir ditubuhmu,aku mencintai setiap  gerakmu,harmoni suaramu,hingga  impian yang seringkali kau catatkan dalam ingatanku. Tapi seperti bahasa klise yang berbunyi “manusia punya batas”aku juga punya. dan lucunya apa yang kupikirkan..aku tak pernah bisa menjadi sekuat  itu.
Semoga kamu mau peduli,karena kelak Kesedihan takkan mampu mengembalikannya lagi, keresahan tak akan pernah sanggup memperbaiki, begitupun kegundahan ,ia tak bisa merubahnya menjadi terang, karena kepingan-kepingannya siap menggelap kemudian lenyap.

Andai  kau tahu arti warnamu
Andai
  kau sadar  hitamnya  sunyi  jika kau memilih pergi
Andai 
 kau lihat satu cahaya hilang saat  kau tak pulang
Andai
  kau rasa sayatan luka ketika rasamu sirna

Itulah isyarat yang mestinya kau mengerti
kuuraikan perlahan…kubacakan pelan
bersama langkahku yang 
 tak pernah terhenti
menujumu satu

Andai kau tahu..

Bookmark and Share

1 komentar:

  1. Marah dalam hidup itu wajar ...
    Seperti halnya sesuatu hal yang kita pelajari di kehidupan, bahwa tak ada satupun yang abadi, mungkin sama halnya dengan emosi yang tak abadi, ada saatnya harus keluar lewat bahasa kata dari lisan ...
    Tinggal bagaimana kebaikan hati kita saja untuk jadi pendengar dan pemerhati yang baik atas kemarahan-nya ...

    BalasHapus